AFPI dan OJK Perangi Fintech Ilegai di Indonesia

AFPI dan OJK
AFPI, wadah bagi pelaku usaha peer to peer lending bekerja sama dengan OJK untuk memerangi dan memberantas entitas fintech ilegal di Indonesia. Photo by Media BUMN
Waktu baca: 2 menit

Saat ini perkembangan financial technology (fintech) di Indonesia semakin pesat. Hal itu ditandai dengan sudah banyaknya perusahaan fintech yang terdaftar dan diawasi oleh regulator yang berwenang di Indonesia, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut data OJK, sudah ada 144 fintech yang legal dan diakui.

Walaupun sudah banyak yang terdaftar dan legal, namun tak sedikit pula fintech yang ilegal. Bahkan, menurut catatan dari Satgas Waspada Investasi, sepanjang 2018 hingga Oktober 2019 sudah ada 1.773 entitas fintech peer to peer lending yang dihentikan karena tanpa adanya izin OJK.

Dengan banyaknya entitas fintech uang ilegal, OJK memiliki rekanan yang pasti mendukung untuk memerangi fintech ilegal tersebut, yaitu Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Kerja sama AFPI dan OJK berantas fintech ilegal

AFPI selaku wadah bagi pelaku usaha peer to peer lending bekerja sama dengan OJK untuk memerangi dan memberantas entitas fintech ilegal di Indonesia. Pihak AFPI mengakui bahwa aturan yang dibuat oleh OJK saat ini cukup mendukung industri dan tidak menghambat industri fintech peer to peer lending.

Selain itu, AFPI yang ditunjuk OJK menjadi wadah bagi pelaku usaha peer to peer lending agar memastikan pemain fintech menjalankan tata kelola perusahaan dengan baik. Hal itu terbukti dengan peraturan yang dibuat AFPI untuk para anggotanya.

“Sebagai contoh, kami menetapkan kode etik yang harus diikuti secara ketat oleh anggota, peraturan yang dibuat oleh anggota untuk integritas dan manfaat anggota,” kata Wakil Ketua Eksekutif Fintech Pendanaan Produktif AFPI, Victoria Tahir, yang dilansir dari CNBC Indonesia (23/09/2019).

Kerja sama yang dilakukan antara AFPI dan OJK ini salah satunya ialah ingin mengedukasi masyarakat terkait fintech ilegal yang ada. Hal itu dilakukan agar masyarakat tidak ada yang terjebak dengan entitas fintech ilegal tersebut. Selain itu, AFPI juga menyaring aduan yang masuk ke pos pengaduan dan follow up dengan platform terkait.

Baca juga: 4 Hal yang Harus Dilakukan Jika Terjebak Investasi Bodong

Hal itu juga berkaitan dengan poin yang ada di situs resmi AFPI, yaitu Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab. Adapun isi dari pedoman tersebut menyangkut semua hal terkait dengan sistem pinjam meminjam dalam fintech P2P Lending.

Sementara itu, ada tiga hal yang termasuk dalam poin keterbukaan informasi risiko untuk pemberi pinjaman. Salah satunya ialah menyinggung setiap kecurangan dan tindakan ilegal dilaporkan sepenuhnya kepada OJK dan masyarakat luas harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pedoman tersebut juga menjelaskan mengenai bagaimana cara penagihan, yang beberapa waktu yang lalu sempat jadi perhatian. Khususnya, upaya penagihan yang kerap menggunakan kekerasan. Padahal sudah diatur bahwa setiap penyelenggara selaku pemberi pinjaman dilarang melakukan penagihan dengan intimidasi, kekerasan fisik dan mental, ataupun cara-cara lain yang merendahkan harkat, martabat, serta harga diri penerima pinjaman, apalagi menyinggung SARA.

Maka dari itu jika ada penyelenggara atau perusahaan yang tidak mematuhi hal itu akan dikenai sanksi. Sanksi yang diberikan antara lain teguran tertulis, publikasi nama anggota, dan ketentuan yang dilanggar, pemberhentian sementara dari keanggotaan, dan pemberhentian tetap dari keanggotaan Asosiasi.

Sumber: CNBC Indonesia

Mungkin Anda juga menyukai