Pesatnya Perkembangan Peer to Peer Lending di Indonesia
Hingga saat ini layanan peer to peer lending (P2PL) semakin menjamur di Indonesia dengan sistem pengaturan dan pengawasan yang efektif. Karena memang perkembangan peer to peer lending di Indonesia didasari jumlah entitas yang melayani P2PL itu sendiri, banyaknya dana yang dikumpulkan hingga inovasi yang kian berkembang dalam sistem pelayanannya.
Sejatinya P2PL merupakan pendatang baru namun layanan keuangan ini menjadi produk finansial yang kini banyak digemari oleh masyarakat. Di Indonesia pun sudah diterapkan, dengan menawarkan keuntungan yang tinggi juga kemudahan akses dalam bentuk digital. Meskipun pada umumnya tujuannya memberi alternatif pinjaman UMKM yang tidak terjangkau oleh bank konvensional.
Baca juga: Apa Saja Perbedaan Peer to Peer Lending dan Crowdfunding
Daftar Peer to Peer Lending OJK
Sesuai dengan Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 menyebutkan bahwa fintech P2PL merupakan layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur atau pemberi pinjaman dengan debitur atau peminjam berbasis teknologi informasi. Fintech ini juga disebut dengan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI).
Perkembangan fintech P2PL semakin pesat dan mudah diakses oleh masyarakat, utamanya bagi mereka yang membutuhkan dana. Biasanya para pelaku UMKM ini membutuhkan modal dalam pengembangan bisnis, sementara pinjaman melalui bank dirasa terlalu berbelit-belit maka fintech P2PL menjadi alternatif yang dimanfaatkan oleh mereka.
Tak hanya para pebisnis, fintech P2PL juga memberi akses pinjaman bagi kesehatan dengan standar masing-masing. Dana yang dipinjam biasanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk dana pendidikan rumah, perawatan kesehatan. Selain itu juga ditentukan dari kelayakan kredit pinjaman, nominal dan tenor pinjaman, suku bunga hingga tingkat keamanan.
Pada Februari 2020, total penyelenggara fintech terdaftar dan berizin adalah sebanyak 161 perusahaan. Fintech P2PL membuat platform online yang menyediakan fasilitas bagi pemberi pinjaman dana memberikan secara langsung kepada peminjam dengan return yang lebih tinggi. Sementara peminjam bisa mengajukan kredit atau pinjaman secara langsung.
Berbeda dengan bank konvensional atau platform lain yang terbilang sulit dalam pengajuan pinjaman dana. P2PL lebih mudah dan proses yang harus dilakukan peminjam jauh lebih cepat ketimbang lembaga keuangan konvensional. Meskipun berinvestasi di fintech ini memberi banyak keuntungan, namun harus diketahui juga risk appetite dan bagaimana cara mengelolanya.
Seiring perjalanan, fintech P2PL juga mengalami beberapa perbaikan karena tidak semua fintech ini sudah memiliki izin dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain ada penambahan juga ada yang dibekukan oleh OJK, pada Oktober 2021 ini total jumlah penyelenggara fintech peer to peer lending di Indonesia yang sudah legal dan berizin di OJK adalah sebanyak 106 penyelenggara.
Sesuai dengan surat Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK, jumlah fintech lending yang berizin menjadi 98 penyelenggara. Terdapat beberapa penambahan 13 penyelenggara fintech lending berizin, berikut ini di antaranya beberapa perusahaan fintech yang sudah terdaftar dan berizin di OJK dan dapat dipercayai.
- PT FinAccel Digital Indonesia
- PT Sens Teknologi Indonesia
- PT Fintech Bina Bangsa
- PT Kreasi Anak Indonesia
- PT Piranti Alphabet Perkasa
- PT Smartec Teknologi Indonesia
- PT Digital Micro Indonesia
- PT Danafix Online Indonesia
- PT Solid Fintek Indonesia
- PT Sejahtera Sama Kita
- PT Klikcair Magga Jaya
- PT Sahabat Mikro Fintek
- PT Plus Ultra Abadi.
Salah satu alasan pembatalan tanda bukti terdaftar fintech lending di Indonesia karena ketidakmampuan penyelenggara meneruskan kegiatan operasional, seperti yang terjadi pada PT Alfa Fintech Indonesia. OJK mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah berizin dan terdaftar.
Jika berbicara mengenai P2PL di Indonesia, belum diketahui kapan tepatnya masuk ke Tanah Air, namun jika merujuk pada peraturan yang dibuat OJK mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi maka P2PL sudah ada di tahun 2016. Hingga kini tantangan yang dihadapi P2PL masih berkutat pada pemulihan ekonomi dan tantangan internal industri.
Di China P2PL versi digital sudah mulai muncul pada 2007, kehadirannya memikat masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai sarana meminjam uang dan sebagai sarana investasi untuk modal usaha atau keperluan apa saja. P2PL di China menawarkan pinjaman tanpa jaminan dengan suku bunga mencapai 10 persen setiap tahunnya.
Sementara itu P2PL di Amerika Serikat muncul satu tahun lebih dulu dari China, yakni pada 2006 dengan berdirinya perusahaan bernama Prosper dan Funcing Circle. Perusahaan ini fokus memberi pinjaman kepada perusahaan-perusahaan kecil. Perkembangan fintech ini terjadi pada funding circle hingga ke Jerman dan Belanda.
Kesuksesan fintech ini di awal kemunculannya sukses membantu lebih dari 40 ribu usaha kecil di seluruh dunia. Dua alasan mengapa bisnis P2PL di Amerika Serikat sangat populer, pertama karena dampak krisis finansial pada 2008 yang mengakibatkan penutupan penyaluran kredit baru dan pemberian suku bunga mendekati 0 persen terhadap deposan pihak perbankan.
Dan yang kedua karena adanya batasan berdasarkan kelayakan peminjam serta diberlakukan standar tarif peminjam yang sangat tinggi. Selain itu kebanyakan investor menilai jika jangka peminjaman memberlakukan waktu yang lama yakni sampai tiga tahun.