Mengenal Lebih Dekat tentang Sistem Ekonomi Syariah
Sistem ekonomi syariah belakangan ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Terbukti dengan diselenggarakannya berbagai acara bertemakan sistem ekonomi syariah oleh pemerintah. Perkembangan yang paling baru adalah terselenggaranya acara Pekan Ekonomi Syariah (PES) 2018 pertengahan bulan September lalu. Acara ini merupakan bagian dari Festival Ekonomi Syariah 2018 Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) tingkat Nasional.
Hal ini bertujuan supaya sistem ekonomi syariah bisa makin dikenal masyarakat Indonesia. Pasalnya, masih banyak yang belum memahami sistem ekonomi ini meskipun telah menunjukkan beberapa indikasi ketertarikan. Tidak hanya itu, mayoritas masyarakat juga beranggapan bahwa sistem ini kurang praktis jika dibandingkan dengan sistem ekonomi yang sudah lebih dulu dikenalkan.
Benarkah demikian? Apakah anggapan ini muncul hanya karena masyarakat Indonesia belum mengenal dengan baik sistem ini? Supaya kamu bisa lebih memahami sistem ekonomi syariah ini, yuk simak uraiannya di bawah ini.
Sejarah Sistem Ekonomi Syariah
Sistem ekonomi syariah baru mulai dikenal publik pada pertengahan abad ke-19. Meski demikian, bibit-bibit sistem ekonomi syariah sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Praktik yang serupa dengan ekonomi syariah sekarang telah dilakukan oleh nabi saat berdagang di sekitar Mekah. Perdagangan yang dilakukan menggunakan sistem murabahah untuk menentukan harga pokok. Dalam sistem ini, pembeli bisa menegosiasikan margin harga beli.
Di samping perbuatan nabi (sunnah), prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah juga disebut dalam pedoman umat Islam, yakni Al-Qur’an. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya kesatuan, keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab. Selain dapat dikenali dari prinsip-prinsip yang melandasi, ekonomi syariah juga bisa dikenali dari hal-hal yang dilarang seperti berjudi (qimar), ketidakpastian (gharar), dan yang paling terkenal, riba.
Perkembangan sistem ekonomi syariah dalam dunia modern terjadi dengan sendirinya mengikuti arus politik Islam. Ya, walaupun sistem ekonomi syariah sebenarnya bisa terpisah dari aliran kepercayaan manapun, pada praktiknya sistem ini selalu dikaitkan dengan Islam. Hal inilah juga yang kemudian membuat sistem ekonomi ini dapat menyebar di berbagai belahan dunia, sebuah sistem ekonomi yang terintegrasi dengan politik dan pemerintahan.
Apa Tujuan Ekonomi Syariah?
Goal akhir dari sistem ekonomi syariah adalah keseimbangan bagi manusia. Sistem ini diharapkan menjadi sebuah bentuk pertolongan (rahmat) bagi peradaban manusia di muka bumi ini, tanpa terbatas oleh background sosial, budaya, bangsa, ekonomi, dan politik. Jadi, yang bisa kamu simpulkan di sini adalah ekonomi syariah sebenarnya tidak hanya milik pemeluk Islam, tetapi juga untuk semuanya.
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi syariah dengan sistem konvensional adalah dari segi keuntungan. Pada sistem konvensional, terutama sistem kapitalis, jenis keuntungan yang dikejar utamanya adalah keuntungan pribadi. Di sisi lain, ekonomi syariah justru fokus pada kesetaraan dan keadilan bagi seluruh elemen yang terlibat di dalamnya sehingga hasil akhirnya adalah hilangnya gap yang memisahkan manusia.
Praktik Sistem Ekonomi Syariah Kini
Praktik sistem ekonomi syariah saat ini sangat variatif, mulai dari jual beli (ba’l), utang-piutang (dai), sewa-menyewa (ijārah), hingga perseroan (syirkah). Namun, yang paling disoroti publik adalah praktik perbankannya. Kamu tentu sering menemukan bank syariah di sekitarmu, bukan? Nah, bank-bank itulah yang menjadi penggerak praktik perbankan syariah.
Perbankan syariah memiliki ciri khas berupa tidak menarik bunga atau yang dalam istilah fiqih Islam disebut dengan riba, Ini karena bunga dianggap sebagai suatu hal yang berada di luar kesepakatan awal dan sifatnya tidak pasti. Hukum syariat Islam memang tidak memperbolehkan adanya ketidakpastian dalam sebuah kesepakatan. Jadi, bunga yang di luar kesepakatan awal dianggap sebagai sebuah riba dan tidak boleh dimiliki.
Tantangan yang Dihadapi
Sistem ekonomi syariah modern memang tergolong masih muda jika dibandingkan dengan sistem konvensional seperti kapitalis atau sosialis. Hal ini kemudian menyebabkan sistem ekonomi ini memiliki banyak tantangan yang dihadapi. Dalam artikel ini, KlikCair membagi tantangan ekonomi syariah menjadi dua, yakni dalam lingkup global dan lokal (Indonesia).
Lingkup Global
Salah satu hal yang sering “diserang” pada sistem ekonomi syariah adalah dari sisi praktis. Banyak pakar yang menganggap bahwa sistem ekonomi syariah memiliki konsep yang baik namun minim pada praktiknya. Seorang ekonom bernama Timur Kuran beranggapan bahwa sistem ekonomi ini masih terlihat sebagai sebuah identitas budaya alih-alih alternatif ekonomi.
Hasil sistem ekonomi syariah yang paling signifikan, perbankan syariah juga kerap dianggap sebagai sebuah sistem yang amat rumit. Ini bisa dilihat dari sistem bagi hasil yang digadang-gadang sebagai keunggulan sistem ekonomi syariah. Bagi hasil ini menuntut bank syariah untuk memberikan keadilan (adl) bagi seluruh nasabahnya. Padahal, adil sendiri merupakan sebuah konsep yang abstrak sehingga tidak ada ukuran yang pasti.
Supaya sistem ini bisa berjalan dengan semestinya, bank harus memiliki tenaga ahli yang mampu memahami sistem ini dengan baik. Padahal, jika dilihat sekilas, konsep adil ini lebih rumit jika dibandingkan dengan sistem yang ada pada bank konvensional. Jadi, dengan kata lain, jika ingin benar-benar menerapkan sistem ini, perbankan syariah harus punya tenaga ahli yang lebih andal dibanding dengan bank konvensional.
Lingkup Indonesia
Untuk Indonesia sendiri, tantangan yang dihadapi oleh sistem ekonomi masih terkait dengan aksesibilitas. Masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami sistem ekonomi ini karena tidak memiliki akses. Dampaknya, mereka akan cenderung plagmatis dan bergantung pada sistem ekonomi yang lebih familier (dalam hal ini sistem ekonomi kapitalis atau sosialis).
Di samping itu, kalau kamu membandingkan dengan negara-negara lain yang sistem ekonomi syariahnya sudah maju, memang ada satu poin yang belum dimiliki oleh Indonesia. Negara yang ekonomi syariahnya sudah maju, seperti Arab Saudi dan Malaysia, biasanya telah mendapat sokongan dari berbagai pihak.
Oleh karenanya, jika Indonesia ingin berada pada tingkat yang sama, kolaborasi dan kerja sama dari berbagai pihak juga dibutuhkan. Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, Deden Firman Hendarsyah melalui VIVA.co.id, ekonomi syariah Indonesia bisa berkembang asalkan terjadi kolaborasi antara sektor riil syariah dan sosial yang berada di lingkungan ekonomi dan keuangan syariah.
Sistem ekonomi syariah memang memiliki konsep dan tujuan akhir yang baik karena mencakup kesejahteraan banyak pihak. Meskipun demikian, untuk praktiknya sistem ekonomi ini masih kalah jika dibandingkan dengan sistem ekonomi konvensional. Selain dari segi kepopuleran dan aksesibilitas, sistem ekonomi konvensional juga lebih kaya praktik ketimbang teori, seperti kasus ekonomi syariah.
Kalau kamu berminat dengan sistem ekonomi syariah ini, ada baiknya untuk terjun langsung. Jika menganggap cara ini terlalu ribet, berlibur ke objek wisata halal juga bisa membantu sektor perekonomian syariah lho!