OVO jadi Startup Unicorn Baru di Indonesia, Siapa Selanjutnya?
Penyedia layanan pembayaran elektronik, OVO, menjadi startup unicorn baru di Indonesia. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara.
“Saya sudah bicara dengan founder-nya, dan memang iya (sudah jadi unicorn). Makanya, saya berani bicara setelah saya konfirmasi,” kata Rudiantara, dilansir dari Antara saat ditemui di sela helaran Siberkreasi di Jakarta, Sabtu (5/10/2019).
Menurut firma analisis perusahaan, CB Insight, valuasi OVO sudah mencapai 2,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 41 triliun. Bahkan, menurut laporan tersebut, sebenarnya OVO sudah mencatat valuasi sebesar itu sejak 14 Maret 2019.
Sebagai informasi, suatu startup bisa dikatakan menjadi unicorn dengan mengacu pada valuasi di atas 1 miliar dolar AS.
Selain itu, OVO saat ini sudah menjadi layanan dompet digital yang masuk dalam 5 besar di Indonesia menurut survei iPrice Group. Adapun 5 besar aplikasi dompet digital di Indonesia yang memiliki pengguna terbanyak secara berurutan ialah GoPay, OVO, Dana, LinkAja, dan Jenius. Sementara, jumlah unduhan terbanyak dipegang oleh GoPay, OVO, Dana, LinkAja, dan i.saku.
Baca juga: Serba-serbi Dompet Digital di Indonesia yang Perlu Kamu Tahu
Sebelumnya, sudah ada 4 startup yang mencapai status unicorn, yakni Traveloka, Bukalapak, Tokopedia, dan Gojek. Namun, saat ini Gojek sudah menanggalkan status unicorn dan naik satu tingkat lebih tinggi, menjadi decacorn. Hal itu dikarenakan saat ini Gojek sudah memiliki valuasi paling tinggi dengan nilai di atas 10 miliar dolar AS.
Adapun pihak Kemenkominfo juga mengungkapkan bahwa memang mereka menargetkan ada lima unicorn dari Indonesia pada 2019. Tidak hanya itu saja, Rudiantara juga menjelaskan bahwa akan ada startup baru Indonesia lain yang mungkin menjadi unicorn sebelum akhir tahun.
Saya berharap justru target kelima itu melebihi karena sebetulnya ada lagi yang berpotensi sebelum akhir tahun ini menjadi unicorn. Saat ini transaksinya sedang berjalan.
Rudiantara mengisyaratkan bahwa unicorn selanjutnya ialah startup yang bergerak dalam sektor pendidikan.
“Bagaimana pun, secara logika 20 persen APBN pemerintah untuk pendidikan, 5 persen untuk kesehatan. Jadi, masa sih tidak ada unicorn dari sektor itu,” katanya menambahkan.