Kurs Rupiah Melemah Dekati Rp17 Ribu Imbas dari Corona

Rupiah melemah imbas corona.
Rupiah melemah imbas corona. Photo by Pixabay
Waktu baca: 2 menit

Nilai tukar rupiah saat ini berada pada level Rp16.550 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pukul 12.00 WIB, Senin (23/3/2020). Posisi itu melemah 3,70 persen dibandingkan dengan nilai pada perdagangan Jumat (20/3/2020) sore WIB dan anjlok hingga 19,36 persen sejak awal tahun. Kurs rupiah tersebut melemah karena imbas dari corona yang kini ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) dan Bencana Nasional oleh Pemerintahan Republik Indonesia.

Tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang di negara kawasan Asia juga turut melemah. Seperti halnya won Korea yang melemah hingga 2,64 persen, ringgit Malaysia 1,16 persen, dan dolar Singapura 0,52 persen. Selain itu, pelemahan terbesar lainnya juga dirasakan oleh mata uang Thailand, baht. Sepanjang tahun ini, baht sudah amblas 10,10 persen ke level 32.995 per dolar AS.

Hingga saat ini, rupiah masih dalam tekanan dari penyebaran virus corona yang terjadi. Jakarta yang menjadi pusat perekonomian Idnonesia, merasakan dampak paling besar. Di sisi lain, rupiah juga sedang dihadang oleh defisit transaksi berjalan yang masih menghantui.

Meski rupiah saat ini melemah imbas dari corona, menurut Chieft Economist PT Bank Permata (Tbk), Josua Pardede, fundamental perekonomian Indonesia sudah jauh lebih kuat dibandingkan dengan tahun 1998 lalu.

Krisis yang kala itu dipicu oleh krisis mata uang bath Thailand dan sebagian utang luar negeri swasta yang tidak dilindungi nilai (hedging) mendorong tekanan pada rupiah mencapai 600 persen dalam kurun waktu kurang dari setahun.

“Krisis mata uang bath Thailand diperburuk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak prudent karena sebagian utang luar negeri swasta tidak dilindungi nilai, penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang, serta utang luar negeri yang dipergunakan untuk pembiayaan usaha yang berorientasi domestik,” jelas Josua kepada Kompas.com, Senin (23/3/2020).

Dia menambahkan, pada 1998, krisis utang luar negeri swasta tersebut mendorong tekanan pada rupiah. Tingkat depresiasi rupiah mencapai sekitar 600 persen dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, yaitu dari Rp 2.350 per dollar menjadi Rp 16.000 per dollar.

Adapun saat ini, pengelolaan utang luar negeri swasta sudah jauh lebih berhati-hati. Sebab, Bank Indonesia (BI) pun telah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi untuk mengurangi risiko nilai tukar.

“Pengelolaan yang lebih baik dari utang luar negeri swasta terlihat dari pertumbuhan utang jangka pendek yang cenderung rendah,” jelas Josua.

Peringkat utang pemerintah pun saat ini sudah masuk kategori layak investasi oleh seluruh lembaga pemeringkat internasional. Hal itu menunjukkan keyakinan lembaga internasional masih terjaga terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang resilient dan solid.

“Dari sisi peringkat utang, pada tahun 1998, peringkat utang Pemerintah Indonesia sangat rendah, yakni junk bond, sehingga pemerintah harus berutang dengan premi yang sangat mahal,” ujar dia.

“Jadi sekalipun level rupiah saat ini menyamai level rupiah pada saat krisis 1998, tingkat depresiasi rupiah saat ini sekitar 19 persen ytd (kurs saat ini 16.550 per dollar) lebih rendah dibandingkan tingkat depresiasi rupiah ketika krisis 1998 yang mencapai 600 persen. Artinya, kondisi fundamental perekonomian Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1998,” jelas Josua.

Sumber: Kompas.com

Mungkin Anda juga menyukai